ads

perekonomian Indonesia ditinjau dari sudut pandang ekonomi makro

perekonomian Indonesia ditinjau dari sudut pandang ekonomi makro
Perekonomian Indonesia ditinjau dari sudut pandang makro bukan hanya dipengaruhi oleh perekonomian yang terjadi di dalam negeri namun juga perekonomian di Negara Negara maju serta Negara tujuan ekspor karena Karakteristik perekonomian Indonesia yang termasuk dalam kriteria “ small open economy ” menyebabkan dinamika yang terjadi dalam perekonomian global dapat memengaruhi perekonomian domestik.Terjadinya keseimbangan pasar keuangan nasional dengan pasar keuangan internasional, sebagaimana negara-negara emerging markets lainnya, memberi tantangan tersendiri bagi keseimbangan eksternal perekonomian Indonesia. Ruang lingkup perekonomian dari ekonomi makro lebih luas cakupannya seperti Tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar Rupiah adalah variabel yang mempengaruhi unsur-unsur di dalam permintaan agregat yang meliputi konsumsi privat, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor. Dengan semakin membaiknya ketiga variabel tersebut, maka permintaan agregat juga akan mengalami perbaikan. Selain permintaan agregat juga terdapat penawaran agregat yaitu pasar tenaga kerja dan teknologi atau IPTEK. Agregat demand dan agregat supply memiliki masing proporsi 50 persen dalam agregat perekonomian Indonesia, sehingga penanganannya harus seimbang agar perekonomian nasional dapat berkembang seusai dengan keinginan pemerintah agarmasyarakat sejahtera.


Kondisi perekonomian Indonesia di tahun 2011 diperkirakan oleh banyak pihak sebagai lebih baik daripada beberapa tahun sebelumnya. Economic outlook yang optimistik dikeluarkan oleh Pemerintah, Bank Indonesia, para ekonom, serta lembaga internasional. Optimisme itu bersumber dari pencapaian variable makroekonomi tahun 2010 yang sedikit melebihi harapan, disertai prediksi kondisi perekonomian dunia yang diyakini akan semakin membaik, setelah dua tahun sebelumnya terpengaruh oleh krisis keuangan di beberapa Negara maju. Kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2010 secara umum memang melebihi harapan target ekonomi, Data yang dikeluarkan BPS baru-baru ini memperlihatkan perkembangan perekonomian makro yang menuju perbaikan. Peningkatan pun dinilai berdukungan sumber pertumbuhan yang makin berimbang, diantaranya tercermin pada peran investasi dan ekspor yang meningkat. Semua di dukung oleh arus masuk modal asing yang besar, kondisi makroekonomi yang kondusif. Ditengah perekonomian yang membaik tersebut, pelaku ekonomi masih mengakui akan adanya beberapa tantangan utama dalam perumusan kebijakan, yaitu aliran masuk modal asing yang deras, ekses likuiditas yang tinggi, tekanan inflasi yang cenderung meningkat, efisiensi dan daya saing sektor perbankan yang masih rendah serta berbagai kendala di sektor riil.Tantangan terkait dengan aliran masuk modal asing yang deras tidak terlepas dari pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut.

Menurut RAPBN 2011 Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2011 diperkirakan sebesar 6,4 persen, pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan sebesar 0,6 persen dari APBN 2010 yaitu 5,8 persen. Hal tersebut diharapkan pembangunan infrastruktur di Indonesia yang meningkat, iklim usaha yang baik dan ekonomi dunia tidak membawa pengaruh negatif bagi perekonomian Indonesia. Kisaran pertumbuhan ekonomi tahun 2012-2014 disebut sebagai berikut: 6,4-6,9%, 6,7-7,4%, dan 7,0-7,7%.

Dalam penetapan kerangka asumsi makro jangka menengah, Pemerintah mengaku selalu mempertimbangkan faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kinerja ekonomi makro nasional dalam jangka menengah, antara lain: (a) tetap terkendalinya konsolidasi fiskal guna mendukung fiscal sustainability; (b) penyerapan belanja negara yang diupayakan semakin optimal; (c) rasio utang terhadap PDB yang cenderung menurun; (d) pembangunan infrastruktur semakin berkualitas; dan (e) penerapan target inflasi(inflation targeting) yang terkendali. Sedangkan faktor eksternal diperkirakan cukup kondusif bagi perkembangan ekonomi makro nasional, yaitu: (a) perekonomian global yang diperkirakan tumbuh pada level yang moderat; (b) harga minyak mentah internasional yang diperkirakan cenderung relatif stabil; dan (c) pemulihan perekonomian global.

Pihak pelaku ekonomi lainnya, yakni Bank Indonesia sebagai pelaku moneter dan perbankan, juga optimis. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2011 berada di kisaran 6,0 - 6,5%, yang akan dimotori terutama oleh kegiatan ekspor dan investasi dari sisi permintaan.


Nilai tukar mata uang merupakan variabel penting bagi perekonomian Indonesia dari sisi makro, menurut data dari Bank Indonesia nilai rupiah mengalami penguatan sebesar 3,8 persen selama tahun 2010 dibanding tahun 2009, Sehingga untuk tahun 2011 pemerintah memprediksi adanya penguatan nilai tukar mata uang rupiah dari Rp.9200 ke Rp 9250 - Rp.9300. Namun kenyataannya pada bulan oktober 2011 pergerakan nilai tukar rupiah selama satu minggu (3-7 Oktober 2011) tampak mengalami kondisi yang melemah dengan cukup signifikan. Pergerakan rupiah sepanjang minggu tampakvolatil dan sempat anjlok tajam karena kondisi pasar yang belum menentu membuat pelaku pasar cenderung mengurangi aktivitasnya pada pasar uang sehingga rupiah yang diperdagangkan cenderung melemah.
Pergerakan rupiah tampaknya akan cenderung mencoba untuk menentukan arah pergerakan pada perdagangan minggu depan. Rupiah berpotensi untuk mulai mengalami rebound terbatas setelah minggu ini anjlok tajam.Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta tertekan ke posisi 8.900 per dolarAS. Sementara itu nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam satu minggu belakangan mengalami penurunan sebesar 70 poin. Rupiah minggu lalu tercatat ditutup pada posisi Rp8.830 per dolar AS. Nilai tukar rupiah masih terbanting terhadap dolar AS selama satu minggu belakangan karena menghindari risiko akibat kekhawatiran mengenai krisis utang Eropa dan kondisi ekonomi AS. Nilai tukar rupiah sebenarnya masih dapat menguat dan stabil karena kondisi makroekonomi dalam negeri masih lebih baik dibandingkan ekonomi global, namun beberapa investor asing yang masih melepas saham pada pasar ekuiti lokal menahan rupiah untuk menguat terhadap dolar AS.Trend pergerakan rupiah dalam jangka panjang masih tetap bullish. Para pelaku pasar tampak masih fokus kepada pergerakan arus modal asing yang marak masuk ke dalam portofolio dalam negeri. Sementara itu kenaikan mata uang di Asia juga tampak memberikan dukungan bagi pergerakan mata uang dalam negeri ini. Rupiah tampaknya akan cenderung ditahan untuk tidak melemah terlalu berlebihan karena akan menggangu stabilitas ekonomi dalam negeri. Pemerintah berupaya agar nilai tukar rupiah menguat untuk menekan tingkat inflasi.

Inflasi terjadi apabila meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Perkiraan asumsi inflasi tahun 2011 adalah 5,3% namun BPS berpendapat pada awal agustus bahwa asumsi perkiraan itu tidak akan tercapai karena laju inflasi year to date hingga Juli 2011 baru tercapai sebesar 1,74 persen. dengan angka inflasi pada bulan Juli yang hanya sebesar 1,74 persen menandakan jarak dengan target APBN-P sekitar empat persen dalam enam bulan kedepan. Tingkat inflasi pada tahun ini bahkan bisa lebih rendah lagi jika saja pemerintah memutuskan tidak menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. BPS yakin dengan kebijakan tersebut, laju inflasi tidak akan melampaui angka 3 persen. Sebelumnya, BPS mencatat inflasi pada Juli 2011 sebesar 0,67 persen, sehingga laju inflasi Januari-Juli (year to date) mencapai 1,74 persen. Sementara itu, laju inflasi year on year turun dari 5,54 persen hingga Juni menjadi 4,61 persen pada Juli 2011. Variabel ekonomi yang berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi adalah pendapatan perkapita, semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan perkapita yang akan menggambarkan daya beli masyarakat terhadap produk atau jasa. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Nasional, pendapatan perkapita mengalami kenaikan sebesar Rp 27 juta pertahun pada tahun 2010 dari tahun 2009, dan perkiraaan tahun 2011 akan mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan PDB Indonesia. .

Salah satu masalah utama perekonomian Indonesia adalah jumlah penduduk miskin yang masih besar. Data bulan Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang . Bila di analisis maka Ada hubungan antara angka kemiskinan dengan pertumbuhan ekonomi (PDB). Perkembangan PDB per kapita, nominal PDB dibagi dengan jumlah penduduk, kerap dianggap mencerminkan tingkat pendapatan masyarakat dalam suatu negara. PDB per kapita Indonesia selalu mengalami pertumbuhan dengan persentase yang cukup tinggi. Patut dicermati bahwa laju pertumbuhan PDB per kapita ini jauh lebih tinggi daripada kenaikan garis kemiskinan secara cukup signifikan. Jika pertumbuhan PDB per kapita cukup tinggi dan jauh melampaui kenaikan garis kemiskinan, maka diharapkan jumlah penduduk miskin akan berkurang. Peningkatan pendapatan rata-rata penduduk tercermin dalam kenaikan rata-rata pengeluarannya, sehingga mereka tidak tergsolong penduduk miskin. Adanya ketimpangan pendapatan antar penduduk. Sekalipun terjadi pemerataan pengeluaran diantara kaum miskin, namun tidak bisa dipastikan ketimpangan pendapatan dengan penduduk yang kaya.

Selain itu juga terdapat Hubungan antara penurunan jumlah penduduk miskin dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan PDB riil suatu tahun terhadap tahun sebelumnya. PDB riil diartikan PDB yang telah dibersihkan dari komponen kenaikan harga-harga (inflasi). Penelitian kemiskinan oleh Bank Dunia, selalu merekomendasikan perlunya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di Indonesia agar masalah kemiskinan bisa teratasi.

Penjelasan dan analisis tentang hal tersebut memang sangat masuk akal, jika kita melihat definisi pertumbuhan ekonomi atau PDB di atas. Akan tetapi untuk periode 2005-2010, hubungan pertumbuhan ekonomi dengan pengurangan jumlah penduduk miskin tampaknya juga tidak kuat. Kadang, pada saat pertumbuhan ekonomi tetap terjadi, jumlah penduduk miskin justru bertambah.selain itu terkadang pertumbuhan ekonomi yang sedikit melambat seperti pada tahun lalu justru mampu mengurangi lebih banyak penduduk miskin.

Penjelasannya mungkin harus diteliti pada sektor dan subsektor apa saja yang tumbuh lebih cepat dan seberapa kaitannya dengan pendapatan kaum miskin. Penurunan jumlah dan angka kemiskinan selama beberapa tahun terakhir lebih karena kebijakan program kemiskinan secara langsung daripada akibat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, juga karena relatif rendahnya kenaikan harga-harga, khususnya yang terkait langsung dengan garis kemiskinan.